Energi Kelautan dan Dilema Pencabutan Subsidi BBM

Jumat, 11 November 2011

ENERGI KELAUTAN DAN DILEMA PENCABUTAN SUBSIDI BBM
Oleh : Prof. DR. Ir. Rokhmin Dahuri, MS[1]

Akhirnya per 1 April 2005 pemerintah menaikan harga BBM sebagai akibat dari pencabutan subsidi terhadap BBM yang mencapai 60,1 trilyun. Kebijakan pemerintah ini pasti akan menimbulkan berbagai pendapat yang pro dan kontra serta menimbulkan kondisi yang tidak stabil yang berakibat timbulnya keresahan masyarakat. Kebijakan pencabutan subsidi BBM juga sangat berat untuk dilakukan pemerintah, mengingat jika terjadi kenaikan harga minyak dunia pemerintah harus memberikan subsidi yang besar terhadap BBM dan ini akan berpengaruh pada terjadinya pembengkakan APBN. Selain itu bila subsidi BBM tetap dilakukan akan banyak mengundang terjadinya penyelundupan BBM ke luar negeri. Subsidi BBM pun akan menjadikan daya beli masyarakat rendah, produktivitas ekonomi rendah, sehingga perekonomian masyarakat tidak terbangun dengan baik. Di satu sisi kebijakan kenaikan BBM akan mengakibatkan kenaikan harga-harga bahan pokok lainya dan kenaikan biaya hidup masyarakat yang merupakan sebab kenapa masyarakat menolak kenaikan BBM. Ini adalah sebuah dilemma yang dihadapi oleh pemerintah akibat terjadinya krisis energi.
Melihat kondisi yang demikian harusnya kita mulai menyiapkan sebuah strategi jangka panjang. Jika kecenderungan kenaikan harga minyak ini disebabkan oleh kelangkaan sumber-sumber minyak maka kita harus menyiapkan energi alternatif  sebagai penganti dari energi minyak tersebut. Oleh karena itu kita harus menyiapkan strategi yang terencana dan terpadu untuk menjadi negara yang kreatif dalam menciptakan sumber-sumber energi dan sumber devisa negara melalui keanekaragaman potensi yang dimiliki Indonesia. Dan tidak dengan mengambil jalan pintas yakni dengan melakukan pencabutan subsidi BBM yang secara langsung memberi beban kepada masyarakat. Karena tidak mungkin 5 tahun mendatang kita tetap mengandalkan minyak sebagai sumber energi satu-satunya, sebab sekitar 5 tahun mendatang Indonesia akan ketergantungan pada minyak impor lebih dari 50 % dan ini terjadi pada saat tren harga minyak tinggi.
Padahal sebenarnya ada potensi non minyak yang menarik di laut Indonesia yang merupakan alternatif energi masa depan, yang sampai saat ini lepas dari perhatian kita semua. Potensi itu tersebar di pantai dan laut kita yang jika digarap serius, bisa mendatangkan keuntungan tersendiri. Dengan demikian masyarakat tidak terlalu terbebani dan tidak terlalu bergantung pada BBM yang cenderung naik terus. Oleh karena itu sudah sewajarnya jika pengembangan energi kelautan mendapat porsi yang lebih dari pemerintah dan seluruh stakeholders bangsa.
Potensi Energi Kelautan sebagai Alternatif Mengatasi Krisis Energi
Indonesia memiliki kedaulatan atas wilayah perairan seluas 3,2 juta km2 yang terdiri dari perairan kepulauan seluas 2,9 juta km2 dan laut teritorial seluas 0,3 juta km2. Selain itu Indonesia juga mempunyai hak eksklusif untuk memanfaatkan sumber daya kelautan dan berbagai kepentingan terkait seluas 2,7 km2 pada perairan ZEE (sampai dengan 200 mil dari garis pangkal). Di dalam laut yang menghampar diwilayah Indonesia itu terdapat berbagai macam keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimilikinya sehingga berpotensi menjadi prime mover pengembangan wilayah nasional.
Keunggulan sumberdaya energi dan mineral dikawasan pesisir dan laut Indonesia sangat besar. Namun sampai saat ini yang termanfaatkan berupa sumberdaya tidak pulih (unrenewable resources) seperti minyak dan gas bumi dan bijih-bijihan. Sedangkan sumberdaya kelautan yang tergolong dapat pulih seperti sumber energi yang berasal dari gaya atau proses kelautan seperti Energi Gelombang Laut, Energi Pasang Surut, Energi Angin Laut, Energi Arus Laut, Energi gradien kadar garam dan OTEC (Ocean Thermal Energy Convertion) belum termanfaatkan secara optimal. Sumber energi yang berasal dari dinamika laut sampai saat ini masih terbatas pemanfaatannya, hal ini disebabkan oleh keterbatasan teknologi yang dikuasai dan kurangnya political will dari pemerintah.
Kecilnya pemanfaatan energi terbaharukan disebabkan karena saat ini dunia masih mengangap kebutuhan energi yang dipenuhi dari hidrokarbon (minyak) masih dianggap satu-satunya sumber energi yang murah untuk di eksploitasi. Dengan kondisi ini dikhawatirkan dalam waktu dekat akan terjadi krisis energi (minyak). Oleh karena itu perlu dilakukan eksplorasi terutama di lautan pesisir maupun lautan dalam yang diperkirakan merupakan sumber energi masa depan.
            Eksplorasi lautan dilakukan tidak hanya untuk mencari sumber minyak yang baru tapi diharapkan di temukan sumber energi baru yang dapat digunakan untuk mengantikan penggunaan BBM. Belum lama ini ditemukan beberapa sumber energi baru yang dimungkinkan untuk di gunakan sebagai bahan bakar pengganti dari minyak bumi, yaitu antara lain ; Hidrat Gas dan Gas Biogenik Kelautan (methan).
Hidrat gas berbentuk energi beku yang tersimpan dalam sedimen laut dalam. Hidrat gas adalah senyawa inklusi kristal yang membentuk suatu campuran air dan gas metana dalam bentuk es, satu meter kubik hidrat gas jenuh sama dengan 189 meter kubik standar gas metana. Menurut survei potensi hidrat gas di seluruh dunia ada sekitar 270 juta TCF[2], atau mencapi 53.000 kali lebih banyak dari cadangan gas yang telah diketahui. Saat ini telah diidentivikasi 79 lokasi didasar laut diseluruh dunia yang mengandung hidrat gas. Menurut tim peneliti dari jerman, kawasan lepas pantai Sumatra bagian barat dan Jawa Barat pada sisi lautan Hindia mengandung hidrat gas yang mencakup daerah seluas kurang lebih 22.000 kilometer persegi.
Gas biogenik merupakan salah satu sumber energi alternatif untuk kawasan pesisir yang terpencil. Pemetaan geologi kelautan sistematik di wilayah perairan Laut Jawa dan Selat Sumatera yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Balitbang Energi dan Sumberdaya Mineral, Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral sejak tahun 1990 memperlihatkan indikasi adanya sumber gas biogenik. Gas ini umumnya ditemukan pada kedalaman antara 20-50 m di bawah dasar laut. Kawasan perairan dangkal terutama di muara-muara sungai besar juga ditemukan indikasi sedimen mengandung gas (gas charged sediment). Gas biogenik ini umumnya didominasi oleh gas methan yang dikenal sebagai salah satu sumber energi alternatif yang ramah lingkungan. Gas ini telah dieksploitasi dan dimanfatkan sebagai energi pembangkit listrik mikro dan industri kecil. Seperti yang telah di lakukan di beberapa tempat antara lain muara sungai Yangtze, China (Qilun, 1995). Umumnya, dari satu sumur gas di kawasan ini dapat dieksploitasi 5000 m3 gas per hari dengan tekanan maksimum 6,1 Kg/cm2. Sepanjang kawasan perairan pantai utara Jawa, pantai selatan Kalimantan, pantai timur Kalimantan, dan pantai barat Sumatera merupakan kawasan yang potensial menjadi sumber gas biogenik ini karena memiliki sejarah terbentuknya sungai dan rawa purba yang mirip dengan terbentuknya gas biogenik di muara sungai Yangtze.
Selain sumber energi seperti hirdrat gas dan methan ada sumber energi yang terbaharukan yang dapat digunakan untuk mengatasi terjadinya krisis energi. Sumber energi ini memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan dalam rangka pembangunan berkelanjutan, dan dibangdingkan dengan energi yang dihasilkan dari energi minyak, energi ini lebih unggul dalam hal terbaharukan dan bebas polusi lingkungan,  sumber energi ini  antara lain adalah sebagai berikut :
a.   Energi Gelombang laut (Wave Energy)
Gelombang laut adalah salah satu bentuk energi yang terjadi karena angin yang bertiup akan menyebabkan permukaan laut bergoncang dan bergelombang. Gelombang laut akan bisa dimanfaatkan dengan mengetahui tinggi gelombang, panjang gelombang, dan periode waktunya. Total tenaga dari pecahnya gelombang lautan di sepanjang pesisir pantai dunia diperkirakan dapat menghasilkan tenaga sekitar 2 sampai 3 juta Mw. Pada tempat-tempat tertentu, densiti energi gelombang dapat mencapai rata-rata 65 Mw per mil pesisir pantai. Bayangkan saja bila  satu megawatt dapat mengalirkan listrik untuk 750 rumah di USA atau 3.000 rumah di pemukiman nelayan sederhana di Indonesia seperti pemukiman nelayan di Pantai Utara Jawa.
b.   Energi Pasang Surut (Tidal Energy)
            Pasang surut (Pasut) adalah perubahan atau perbedaan permukaan air laut sepanjang waktu yang diakibatkan karena gaya gravitasi (gaya tarik) bulan dan matahari serta karena gerakan revolusi bumi. Kurang lebih ada sekitar 100 lokasi didunia yang dinilai mempunyai potensi untuk pengembangan pembangkit energi Pasut. Berdasarkan perhitungan kasar jumlah energi pasut di samudera seluruh dunia mencapai 3.106 Mw. Energi potensial dari pasang surut lautan telah dimanfaatkan oleh stasiun pembangkit La Rance yang memiliki fasilitas terluas/terbesar di Prancis, dapat membangkitkan 240 megawatt tenaga. Pada daerah-daerah pesisir mengalami dua kali pasang dan dua kali surut selama periode sedikit di atas 24 jam. Indonesia sebagai negara kepulauan dipastikan memiliki banyak daerah pesisir yang luas, ataupun banyak selat yang membatasinya dan teluk yang dimiliki oleh masing-masing pulau. Ada beberapa daerah di Indonesia yang memiliki potensi energi pasut yaitu: Bagan siapi-api, Teluk Palu, Teluk Bima di Sumbawa, Kalimantan Barat (3,5 meter), Kepulauan Aru hingga Papua (muara Sungai Digul dan Pulau Dolak memiliki tinggi pasut berkisar antara 6 sampai 4 meter), Selat Malaka (4 meter), Teluk Sampit [bagian selatan Provinsi Kalimantan Selatan (3,5 meter)] dan Pantai Selatan Pulau Jawa. Hal inilah yang sangat memungkinkan untuk pemanfaatan energi pasut.
c.       Energi Panas Laut (Ocean Thermal Energy)
Sejumlah besar energi panas tersimpan di lautan dunia ini. Setiap harinya lautan menyerap panas yang cukup banyak dari matahari yang jumlahnya menyamai jumlah energi yang terkandung dalam 250 bilyun barel minyak. Pemanasan oleh matahari ini menyebabkan terjadinya perbedaan temperatur antara lapisan atas dan yang bawah, perbedaan inilah yang digunakan untuk membangkitkan energi listrik. Salah satu pemanfaatanya adalah dengan suatu sistem yaitu yang dikenal dengan istilah Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC). Sistem ini dapat mengubah energi panas laut menjadi tenaga listrik. Potensi OTEC biasanya terdapat pada laut dalam yang mana di Indonesia memiliki karakteristik laut dengan kedalaman laut lebih dari 1.000 meter yang tergolong pada laut dalam. Terdapat lebih dari 16 lokasi yang mempunyai potensi yang dapat dikembangkan untuk  energi panas (OTEC). Saat ini  teknologi konversi energi panas laut jenis ini baru taraf percontohan, dengan nama pembangkit Mini OTEC yang berkapasitas 50 kW dengan lokasi percontohan di laut Hawaii. Mini OTEC menghasilkan daya bersih 10 kW sampai 15 kW.
d.      Energi Angin Laut (Ocean Wind Energy)
   Dengan panjang garis pantai Indonesia yang lebih dari 81 ribu km dan memempati urutan kedua setelah Kanada dengan iklim tropisnya sehingga memiliki banyak angin, maka potensi angin dipesisir merupakan sumber energi terbaharukan sebagai alternatif energi yang sangat potensial untuk di kembangkan. Angin yang berhembus bisa memutar kincir dan dapat menghasilkan energi yang setara dengan 450 Gigawatt. Di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil dapat dikembangkan sistem dimana listrik yang dihasilkan bisa langsung dimanfaatkan oleh industri dan perumahan lokal. Dengan demikian pada daerah pesisir yang mana di situ dikembangkan industri pengolahan hasil penagkapan, pendinginan, pengalengan dan industri lainya dapat langsung memanfaatkan energi listri dari konversi energi angin laut.
Perlu Kebijakan Yang Mendukung
Untuk membangkitkan potensi energi laut diperlukan kebijakan-kebijakan yang tepat dan terencana. Langkah awal adalah merumuskan kerangka kerja sama sektor energi alternatif , kemudian tak kalah pentingnya adalah mengkaji hambatan-hambatan yang mungkin timbul dalam rangka diffusion of technology. Kebijakan lainya adalah pendekatan integrated solution. Lalu mengidentifikasi teknologi dan sumberdaya yang tersedia. Juga perlu adanya studi kasus diseminasi teknologi pada masyarakat pesisir serta kajian integrasi teknologi agar manfaat langsung bisa dirasakan oleh masyarakat pesisir. Penciptaan energi baru perlu didukung  political will dari pemerintah. Selain itu juga diperlu adanya dukungan finansial dari pemerintah maupun investor.
Penggalian energi laut sebagai energi alternatif merupakan sebuah solusi untuk mengatasi krisis energi yang saat ini ditandai dengan kecenderungan naiknya harga minyak dunia, yang di Indonesia berakibat pada pencabutan subsidi BBM. Padahal jika kita cerdas dan mau menerapkan teknologi yang berkembang disertai dengan keinginan yang kuat untuk mengembangkan energi laut tersebut maka akan tercipta sumber-sumber energi baru yang lebih potensial. Sehingga cita-cita Indonesia untuk menjadi negara yang maju, makmur dan berkeadilan yang diridloi Allah SWT akan tercapai.


[1] Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB.
[2] Trillion Cubic Feet. TFC merupakan satuan volume untuk cadangan gas alam yang besar

0 komentar:

Popular Posts