Sumber Daya Alam Penggerak Ekonomi

Senin, 28 November 2011

Sumber Daya Alam Penggerak Ekonomi

Kekayaan alam kita mencukupi, jumlah penduduk 240 juta orang (terbesar ke empat di dunia), dan posisi geoekonomi yang sangat strategis (di antara Benua Asia dan Australia, serta Samudera Pasifik dan Hindia). Sejatinya Indonesia memiliki semua potensi untuk menjadi bangsa besar yang maju, adil-makmur, dan berdaulat.
Di tengah arus globalisasi serta tekanan multi krisis mondial (ekonomi, pangan, BBM, dan global warming), kini saatnya kita mengembangkan sistem ekonomi nasional. Tentunya yang mampu menciptakan kedaulatan pangan, energi, bahan sandang, obat-obatan, dan kebutuhan pokok lainnya.
 Secara simultan mengekspor barang dan jasa (goods and services) yang berdaya saing tinggi.  Atas dasar potensi pembangunan yang kita miliki dan dinamika lingkungan strategis global, maka sistem ekonomi nasional yang berdaya saing dan berdaulat itu paling mungkin diwujudkan melalui pembangunan berbasis SDA (Sumber Daya Alam) dengan menerapkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek), serta  etos kerja unggul. 
Keunggulan Kompetitif
Sedikitnya ada enam alasan yang mendasari keyakinan tersebut. Pertama, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan kekayaan alam beragam dan sangat besar. Sekadar contoh, jika kita mampu mengusahakan 500.000 ha tambak udang (40% dari potensi total) dengan produktivitas rata- rata dua ton per hektar per tahun.
Maka dapat dihasilkan 1 juta ton udang dengan devisa sekitar US$ 5 per tahun, setara dengan devisa dari total ekspor tekstil saat ini. Tenaga kerja yang dapat disediakan oleh aktivitas tambak udang ini sekitar tiga juta orang.
Lalu dari rumput laut, dengan mengusahakan 1 juta ha budidaya rumput laut (30% total potensi), dapat diproduksi sekitar 16 juta ton rumput laut kering per tahun. Bila kita ekspor 10 juta ton/tahun dengan harga sekarang US$ 1/kg, maka akan diperoleh devisa sebesar US$ 10 miliar/tahun. Jumlah tenaga kerja yang terserap mencapai 3,5 juta orang.
Kedua, seiring dengan terus bertambahnya jumlah penduduk Indonesia maupun dunia yang akan mencapai 350 juta dan 8 miliar pada tahun 2030. Maka permintaan domestik maupun global terhadap bahan pangan, serat, kayu, obat-obatan, kosmetik, energi, dan jasa-jasa lingkungan yang berasal dari ekosistem alam pun bakal berlipat ganda.
Ketiga, bahwa negara dengan penduduk lebih besar dari 100 juta jiwa, jika kebutuhan pangannya bergantung pada pasokan impor, maka akan susah maju dan mandiri (FAO, 1998). Keruntuhan Uni Soviet adalah salah satu bukti telanjang dari fenomena ini.
Keempat, sebagian besar kegiatan sektor ekonomi berbasis SDA berlangsung di daerah pedesaan, pesisir, pulau-pulau kecil, atau di luar Jawa dan Bali. Sehingga, membantu mengatasi permasalahan nasional yang hingga kini belum terpecahkan, yakni urbanisasi, brain drain, persebaran penduduk yang tidak merata, dan ketimpangan pembangunan antar wilayah.
Kelima, sehubungan dengan sifatnya yang terbarukan, maka jika dikelola secara bijaksana. Sektor ekonomi berbasis SDA terbarukan dapat menjamin pembangunan ekonomi Indonesia secara berkelanjutan.
Keenam, mayoritas rakyat Indonesia (75%) bekerja di lima sektor ekonomi berbasis SDA (pertanian, kelautan dan perikanan, kehutanan, pertambangan dan energi, dan pariwisata. Maka, adalah pilihan yang tepat dan cerdas bila kita memperkuat dan mengembangkan kelima sektor ini.
Cetak Biru Pembangunan
Kalaupun ekonomi berbasis SDA hingga kini belum mampu menjadikan Indonesia sebagai negara-bangsa yang maju dan makmur, itu karena penguasaan dan penerapan Iptek yang masih relatif rendah dalam bidang ekonomi ini.  Pendekatan manajemen bisnisnya pun kebanyakan masih terpilah-pilah, tidak ada keterpaduan antara sub-sistem produksi (eksploitasi), pananganan dan pengolahan hasil, distribusi, dan pemasaran. 
Industri hilir (processing and manufacturing) yang dapat meningkatkan nilai tambah produk SDA dan industri penunjangnya (seperti alat dan mesin pertanian, perikanan, kelautan, serta pertambangan) pun masih sangat lemah. Dalam hal ini, hampir semuanya kita impor.
Oleh sebab itu, guna mempercepat dan memaksimalkan peran bidang ekonomi berbasis SDA sebagai lokomotif (prime mover), maka mulai sekarang kita mesti menerapkan pendekatan ganda (a dual-track approach) dalam membangun ekonomi berbasis SDA.  Adalah tugas dan tanggung jawab masing-masing departemen beserta stakeholders-nya (pengusaha, masyarakat, Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian, dan LSM).
Tujuannya dapat memproduksi komoditas primer, produk antara, produk akhir, dan jasa-jasa secara produktif, efisien, dan berdaya saing untuk memenuhi kebutuhan nasional dan pasar ekspor secara adil dan berkelanjutan (sustainable).
Dalam hal perikanan tangkap di laut, yang pertama harus dilakukan adalah mengurangi jumlah kapal ikan dan nelayan (fishing effort) dari wilayah-wilayah perairan yang overfishing (kelebihan tangkap). Seperti Pantura (Pantai Utara Jawa) dan Pantai Selatan Sulawesi), sampai pada level 80% dari MSY (potensi produksi lestari).
Kelebihan kapal ikan dan nelayan ini selanjutnya dipindahkan ke wilayah-wilayah perairan yang underfishing atau yang selama ini dijarah (illegal fishing) oleh nelayan-nelayan asing. Lalu, teknologi penangkapan (kapal ikan dan alat tangkap) nya kita modernisir sesuai daya dukung wilayah perairan.
Selain itu, fasilitas tambat-labuh dan bongkar-muat kapal, pelabuhan perikanan (tempat pendaratan ikan) yang ada mesti kita lengkapi dengan industri penanganan dan pengolahan hasil, serta pengadaan sarana dan logistik untuk melaut. Ini untuk menjamin tersedianya semua keperluan melaut dengan harga relatif murah.
Tidak ketinggalan meningkatkan nilai tambah produk perikanan serta memastikan pasar bagi hasil tangkap nelayan dengan harga menguntungkan. Pelabuhan perikanan baru pun perlu dikembangkan sesuai kebutuhan, jangan sampai terjadi over-capitalization (berlebih). Prasarana jalan antara pelabuhan perikanan dengan lokasi pasar ikan dalam negeri maupun lokasi pelabuhan ekspor mesti diperbaiki dan dikembangkan.
Pada tataran makro (politik ekonomi), arsitektur sektor keuangan harus direvisi untuk lebih mendukung pertumbuhan investasi dan bisnis bidang ekonomi berbasis SDA. Sektor pendidikan dan Iptek mesti difokuskan untuk penguasaan dan penerapan tekonologi di lima sektor ekonomi SDA.
Kita perlu fokus dan konsisten mengimplementasikan blueprint pembangunan ekonomi berbasis pengetahuan dan SDA secara berkesinambungan. Niscaya kita akan dapat mengatasi masalah pengangguran, kemiskinan, dan rendahnya daya saing.

Ketua Bidang Kemaritiman-Persatuan Insinyur Indonesia (PII)

0 komentar:

Popular Posts